Mengenal Ibunda Para Ulama dan Pemimpin Islam; Pengubah Peradaban Dunia (Bagian 1)

Mengenal Ibunda Para Ulama

Mengenal Ibunda Para Ulama dan Pemimpin Islam yang menjadi pengubah peradaban dunia, menjadi hal yang wajib diketahui agar bisa diambil keteladanannya dalam mendidik buah hati. Pendidikan merupakan hak dasar setiap manusia. Oleh sebab itu, Allah secara fitrah telah membekali manusia dengan potensi dan kemampuan untuk belajar serta memahami berbagai hal. Karena manusia dilahirkan tanpa membawa ilmu apa pun, maka untuk mengetahui sesuatu ia perlu melalui proses belajar yang disebut pendidikan. Dalam proses inilah, peran orang tua—khususnya ibu—menjadi hal yang paling fundamental. Mereka adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, peletak dasar kesuksesan dan pembentuk karakter masa depan. Oleh karena itu, seorang ibu memiliki tanggung jawab besar untuk memahami fungsi dan perannya sebagai pendidik utama di rumah. Sebagaimana pepatah mengatakan, “Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya,” maka sudah sepantasnya para ibu mengoptimalkan peran tersebut dalam membimbing dan menanamkan nilai-nilai kebaikan sejak dini.

Berikut ini beberapa contoh sosok ibu yang berperan besar dalam melahirkan tokoh-tokoh besar Islam dan turut mewarnai peradaban dunia.


1. Ummu Sulaim – Ibunda dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu

Nama asli Ummu Sulaim adalah Malikah binti Milhan. Ia juga dikenal dengan sebutan Ghumaisha atau Rumaisha, meski nama yang paling populer adalah Ummu Sulaim. Sebelum memeluk Islam, ia adalah istri Malik bin Nadhar dan dikaruniai seorang putra bernama Anas bin Malik. Ketika risalah Islam disampaikan oleh Rasulullah ﷺ, Ummu Sulaim segera menyambutnya dan masuk Islam bersama kaumnya. Ia pun berusaha mengajak suaminya untuk turut beriman, namun Malik bin Nadhar menolak bahkan meninggalkannya hingga wafat di negeri Syam.

Meski harus membesarkan anaknya seorang diri, keteguhan iman Ummu Sulaim tidak pernah luntur. Ia tetap kokoh dalam pendiriannya, menjadi contoh perempuan tangguh dengan semangat luar biasa. Sebagai seorang ibu, ia menjalankan perannya dengan sempurna hingga Anas tumbuh menjadi pribadi yang berilmu dan berakhlak mulia.

Kecerdasannya juga tampak dalam kisah rumah tangganya bersama Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu. Ketika anak mereka meninggal dunia, Ummu Sulaim tetap bersikap sabar dan bijak. Ia menenangkan suaminya, menyajikan makanan, dan baru menyampaikan kabar duka setelah Abu Thalhah tenang. Rasulullah ﷺ yang mengetahui peristiwa itu kemudian mendoakan mereka, dan dari pernikahan tersebut lahirlah Abdullah—yang kelak keturunannya menjadi penghafal Al-Qur’an.

Ummu Sulaim dikenal sebagai wanita cerdas dan bijaksana. Ia mengajarkan Anas membaca dan menulis sejak kecil, bahkan sebelum Anas berusia sepuluh tahun. Ketika Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, Ummu Sulaim membawa Anas untuk berkhidmat kepada beliau, dengan harapan anaknya belajar langsung dari sumber ilmu terbaik. Rasulullah ﷺ pun menerima Anas dan menjadikannya pelayan beliau selama sembilan tahun.

Keistimewaan lain dari Ummu Sulaim ialah kebijaksanaannya dalam mendidik dan menata masa depan anaknya. Ia menunda menikah kembali hingga Anas mencapai usia baligh dan matang dalam pergaulan. Ketika Abu Thalhah datang melamarnya, Ummu Sulaim menjadikan keislaman sebagai syarat utama pernikahan. Abu Thalhah pun akhirnya masuk Islam, menjadikan imannya sebagai mahar yang paling berharga.

Dari kisah hidup Ummu Sulaim, banyak pelajaran berharga dapat dipetik—tentang keimanan yang teguh, ketegaran menghadapi ujian, dan cita-cita besar dalam mendidik generasi. Ia bukan hanya menyerahkan anaknya kepada Rasulullah ﷺ untuk menuntut ilmu, tetapi juga terus mendoakan, mendukung, dan memotivasi Anas agar berkhidmat dengan penuh keikhlasan. Anas pun berkata, “Ibuku selalu mendorongku untuk melayani Rasulullah.” (HR. Ahmad dan Muslim).


2. Asma’ binti Abu Bakar – Ibunda dari Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhu

Asma’ binti Abu Bakar dikenal sebagai simbol keteguhan dan pengorbanan dalam menjaga kehormatan dan kemuliaan Islam. Ia menikah dengan Zubair bin Awwam, sepupu Rasulullah ﷺ sekaligus salah satu sahabat yang dikenal sebagai pembela setia Nabi. Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Setiap nabi memiliki penolong, dan penolongku adalah Az-Zubair.”

Asma’ tumbuh dalam keluarga mulia. Ia adalah putri dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat terdekat Rasulullah, serta kakak dari Aisyah radhiyallahu ‘anha. Ia mendapat julukan Dzatu Nithaqain (pemilik dua sabuk), karena pernah menggunakan sabuknya untuk membantu perjalanan hijrah Rasulullah ﷺ dan ayahnya. Asma’ juga termasuk wanita pertama yang memeluk Islam dan ibu dari bayi pertama yang lahir setelah peristiwa hijrah, yaitu Abdullah bin Zubair.

Dalam kisah hijrahnya, Asma’ yang sedang hamil tua tetap ikut berpindah dari Makkah ke Madinah. Ia melahirkan putranya di Quba dan kemudian membawanya menemui Rasulullah ﷺ. Nabi pun mentahnik bayi itu dengan kurma dan memberinya nama Abdullah. Sejak kecil, Abdullah telah dididik dalam suasana iman dan perjuangan. Ia tumbuh di bawah asuhan ibunya yang penuh kasih dan ketegasan, serta meneladani akhlak kakeknya Abu Bakar dan bimbingan bibinya, Ummul Mukminin Aisyah.

Abdullah bin Zubair kemudian menjadi ulama, ahli ibadah, pejuang yang gagah berani, dan pemimpin yang taat kepada Allah. Keteguhan dan kedisiplinannya merupakan buah dari pendidikan ibunya, Asma’.

Asma’ sendiri dikenal sebagai wanita ahli ibadah. Dalam salah satu kisah, Abdullah mendapati ibunya sedang shalat dan membaca ayat,
“Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.” (QS. Ath-Thur: 27).
Ia terus menangis dan memohon perlindungan kepada Allah hingga waktu lama, bahkan ketika Abdullah sudah pergi dan kembali dari pasar.

Pendidikan yang diberikan Asma’ bukan sekadar dengan kata-kata, tetapi melalui keteladanan nyata. Ia menunjukkan bagaimana ketaatan, kesabaran, dan pengorbanan mampu melahirkan pribadi besar. Dari rahim para ibu seperti Asma’ Binti Abu Bakar.

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top